Mereka yang bersikukuh dengan suatu pendapat
tertentu dalam urusan halal dan haram, berdasarkan
suatu teks atau ungkapan dalam Kitabullah, lalu
mereka menganggap bahwa itulah Islam. Mereka tidak
mau sedikitpun bergeser dari pendapatnya itu, tidak
mau mencoba untuk memperbincangkan
argumentasinya untuk dikomparasikan dengan
argumentasi pendapat kelompok yang lain, yang
dengan itu mereka dapat menyimpulkan hukumnya
secara lebih benar dan matang.
Jika mereka ditanya tentang hukum musik, nyanyian,
bermain catur, pengajaran wanita, tentang terbukanya
wajah dan telapak tangan atau pertanyaan lain, maka
kata yang paling dekat kepada lisannya adalah kata
"haram". Mereka lupa, bagaimana para ulama salaf
menyikapinya. Para ulama salaf tidak pernah berkata
haram kecuali kepada sesuatu yang diketahui sebagai
haram secara qath'iy. Adapun kepada selain itu,
mereka berrkata "Kami membencinya" atau "Kami tidak
menyukainya".
Yang demikian itu karena kebenaran tidak milik satu
madzhab. Para imam madzhab panutanpun tidak
pernah mengaku suci dari kesalahan, mereka hanya
melakukan ijtihad dalam mengenali kebenaran
tersebut.
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي
أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ
الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ
الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ . قُلْ
إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ
وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ
بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-
hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui.
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui".(Al-A'raf : 32-33).
kamis, 15 juli 2010
AQIQAH
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dilahirkan ke Bumi oleh Allah SWT dalam
keadaan suci dan bersih seperti kapas yang belum
ternodai. Oleh karena itu Aqiqah merupakan salah satu
hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil
yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah Hadits
Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-
nya'?. Ada Hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki
('Aqiqah-nya dengan 2 kambing) sedang anak
perempuan ('Aqiqah-nya) dengan 1 ekor kambing'?.
Status hukum 'Aqiqah adalah sunnah. Hal tersebut
sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti
Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan
berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak
sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan
menyatakan bahwa seandainya 'Aqiqah wajib, maka
kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat
diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah wajib,
maka Rasulullah saw juga pasti telah menerangkan
akan kewajiban tersebut.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya
menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala.
Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam
menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan
mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah
tersebut.
Mengenai kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah
saw bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia
di-'Aqiqah-i, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh
dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?.
Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa 'Aqiqah
mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari
ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari
ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari
keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat
bahwa sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya
sekedar sunnah, jika 'Aqiqah disembelih pada hari
keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun
sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Oleh karena itu penulis memberikan pengertian
dan tata cara bagi muslim dalam melakukan Aqiqah
untuk anaknya sesuai dengan hukum dan syariat islam.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah diatas maka
Rumusan Masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Tata Cara Aqiqah menurut
syariat Islam?
2. Bagaimana Pendapat Ulama tentang
Aqiqah?
3. Bagaiman Hukum Aqiqah menurut
syariat Islam?
C. Pembahasan Masalah
1. Pengerian Aqiqah
Aqiqah ialah sembelihan binatang an'am yang
dilakukan kerana menyambut kanak-kanak yang baru
dilahirkan sebagai tanda kesyukuran kepada Allah
subhanahu wata'ala.
2. Dalil-dalil Pelaksanaan
Ø Dari Samurah bin Jundab dia berkata :
Rasulullah bersabda : "Semua anak bayi
tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada
hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing),
diberi nama dan dicukur rambutnya." [HR
Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah,
Ahmad]
Ø Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah
bersabda : "Bayi laki-laki diaqiqahi dengan
dua kambing yang sama dan bayi perempuan
satu kambing." [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu
Majah]
Ø Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan
aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada
hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi
nama." [HR Ahmad]
Ø Dari Salman bin 'Amir Ad-Dhabiy, dia
berkata : Rasululloh bersabda : "Aqiqah
dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka
sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua
gangguan darinya." [Riwayat Bukhari]
Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya,
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa diantara kalian yang ingin
menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi
maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua
kambing yang sama dan untuk perempuan satu
kambing." [HR Abu Dawud, Nasa'i, Ahmad]
Dari 'Aisyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW
pernah ber 'aqiqah untuk Hasan dan Husain pada hari
ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan
memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari
kepalanya (dicukur)". [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak
juz 4, hal. 264]
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan
Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda : "Cukurlah
rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada
orang miskin seberat timbangan rambutnya." [HR
Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]
Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih
pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua
puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad)
sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah,
Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih
(fuqaha).
Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan
Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang
sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang
berbunyi, "Anak tergadai dengan aqiqahnya.
Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari
kelahirannya)". (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)
"Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan
(penebus) darinya darah sembelihan dan bersihkan
darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya)." (HR:
Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataan: "maka tumpahkan (penebus) darinya darah
sembelihan" adalah perintah, namun bukan bersifat
wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari
kewajiban yaitu: "Barangsiapa di antara kalian ada yang
ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan
lakukan." (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai
dengan sanad yang hasan).
Perkataan: "ingin menyembelihkan,.." merupakan dalil
yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib
menjadi sunnah. Imam Malik berkata: Aqiqah itu
seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji)
dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini
hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam
Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan
aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam
qurban.
Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah
apabila salah seorang diantara kami mempunyai anak,
ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya
dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah
mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing,
mencukur (menggundul) kepala si bayi dan
melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud
juz 3, hal. 107]
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu orang-orang pada
masa jahiliyah apabila mereka ber'aqiqah untuk
seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah
'aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka
melumurkan pada kepalanya". Maka Nabi SAW
bersabda, "Gantilah darah itu dengan minyak wangi".
[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal.
124]
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama
adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan
hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, "Seorang
anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan
aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama". (HR. al-
Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa
dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan
pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari
ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata :
Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7
(tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya
menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke
10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup.
Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan
bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu". (QS.Al Baqarah:185)
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang
ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi
SAW, yang artinya: "Setiap anak itu tergadai dengan
hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke
tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama." (HR: Imam
Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At
Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh,
maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan
bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini
berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah dari
ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau
berkata yang artinya: "Hewan aqiqah itu disembelih
pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh
satu." (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka
kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu,
karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat
belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah
dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga
melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh
disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya,
bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat
sudah berusia empat bulan di dalam kandungan
ibunya.
Aqiqah adalah syari'at yang ditekan kepada ayah si
bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan
hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka
dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri,
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak
diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi
dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut
saya, wallahu 'Alam.
3. Dasar Hukum
Hukum melakukan 'aqiqah ialah sunnah
mu'akkadah bagi orang yang menanggung sara hidup
kanak-kanak tersebut. Jika anak itu lelaki disunatkan
menyembelih dua ekor kambing, manakala jika anak itu
perempuan disunatkan menyembelih seekor kambing.
Binatang seperti lembu, kerbau atau unta boleh
dibahagikan kepada tujuh bahagian.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/ Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk
dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika
tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika
tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu.
Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia
belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di
saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada
Imam Ahmad, "ada orang yang belum diaqiqahi apakah
ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?"
Imam Ahmad menjawab, "Menurutku, jika ia belum
diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya
sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya
makruh".
Para pengikut Imam Syafi'i juga berpendapat
demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah
dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya,
dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor
baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: "Sesungguh-
nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain satu
domba satu domba." (Hadits shahih riwayat Abu
Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Kita harus ingat bahwa Hasan dan Husain adalah
anak kembar. Jadi pada satu kelahiran itu disembelih 2
ekor kambing. Namun yang lebih utama adalah 2 ekor
untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan
berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
" Ummu Kurz Al Ka'biyyah berkata, yang artinya: "Nabi
SAW memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari
anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak
perempuan satu ekor." (Hadits sanadnya shahih
riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)"
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: "Nabi SAW
memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah
dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan
dari anak perempuan satu ekor." (Shahih riwayat At
Tirmidzi)
4. Hal-hal yang disyariatkan sehubungan
dengan 'aqiqah
Yang berhubungan dengan sang anak
a) Disunnatkan untuk memberi nama dan
mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7
sejak hari iahirnya. Misalnya lahir pada hari Ahad,
'aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
b) Bagi anak laki-laki disunnatkan ber'aqiqah
dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak
perempuan 1 ekor.
c) 'Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang
tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh
keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).
d) Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau
Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam
kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., "Sunnahnya
dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor
kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa
mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh
keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh".
(HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan
fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-
muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik
simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah
firman Allah, "Mereka memberi makan orang miskin,
anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang".
(QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan
pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun
demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.
Yang berhubungan dengan binatang
sembelihan
1. Dalam masalah 'aqiqah, binatang yang boleh
dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah
kambing, tanpa memandang apakah jantan atau
betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari Ummu Kurz AI-Ka'biyah, bahwasanya ia
pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
'aqiqah. Maka sabda beliau SAW, "Ya, untuk anak
laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan satu ekor kambing. Tidak
menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun
betina". [HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar 5 : 149]
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang
menunjukkan adanya binatang selain kambing
yang dipergunakan sebagai 'aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW
berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7
semenjak kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil
riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas.
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa
memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya,
dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin
berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya
dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk
menyantap makanan daging aqiqah yang sudah
matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia
memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya
kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan
sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh
mengundang teman-teman dan kerabat untuk
menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan
semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau
bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau
sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang
orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan
kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian
orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa
dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar